Kamis, 13 Juni 2013

Konflik Warga Desa Long Bentuq dengan Perusahaan Sawit



Konflik Suku Dayak Akibat Ulah Perusahaan Sawit

Dikeluarkannya persetujuan izin lokasi dan izin usaha oleh Bupati Kutai Timur pada empat perusahaan perkebunan sawit yaitu PT. Hamparan Perkasa Mandiri (PT. HPM), PT. Kaltim Agro Mandiri (PT. KAM), PT. Subur Abadi Wana Agung (PT. SAWA), PT. Gemilang Sejahtera Abadi (PT. GSA) dan pertambangan batubara, serta surat rekomendasi untuk lokasi konsesi HTI (ijin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan tanaman) mengakibatkan rusaknya hutan adat dan sumber-sumber penghidupan masyarakat di wilayah Desa Long Bentuq.

Fakta lapangan menunjukkan adanya penggusuran lahan dan hutan di wilayah Desa Long Bentuq yang terjadi sejak tahun 2006 oleh perusahaan perkebunan sawit tersebut. Sejak awal beroperasinya keempat perusahaan ini tidak mendapatkan persetujuan dari warga setempat. Penolakan oleh masyarakat Desa Long Bentuq tidak ditanggapi oleh pihak perusahaan dan Pemerintah Kabupaten Kutai Timur. Pembukaan hutan dan penggusuran lahan masyarakat tetap dilakukan oleh pihak perusahaan, terutama oleh perkebunan sawit.
 
Sejak tahun 2009 masyarakat adat di Desa Long Bentuq bersama dengan Perkumpulan Nurani Perempuan telah melaporkan adanya pelanggaran hukum yang dilakukan oleh PT. Hamparan Perkasa Mandiri dan PT. Gemilang Sejahtera Abadi kepada Bupati Kutai Timur terkait penggusuran hutan adat, lahan pemakaman dan perkebunan sengon dan kakao milik mereka. 

Kosar menerangkan, pada tahun 2011 masyarakat kembali melaporkan perusahaan HTI PT. Permata Borneo Abadi dan menyatakan menolak kehadiran perusahaan tersebut. Aksi perjuangan masyarakat berlanjut pada tahun 2012 dengan melaporkan kembali penggusuran lahan dan hutan adat mereka oleh PT. Gemilang Sejahtera Abadi dan PT. Kaltim Agro Mandiri. "Namun perjuangan mereka untuk mempertahankan hutan adat selama kurang lebih 5 tahun terakhir, tidak pernah mendapatkan tanggapan positif dari Bupati Kutai Timur," katanya.
 
Sengketa lahan masyarakat Long Bentuq, kata Icnasius, merupakan contoh dari sekian banyaknya konflik tenurial yang belum mampu diselesaikan pemerintah. Praktik-praktik perusahaan skala besar terutama perkebunan sawit, tidak hanya menimbulkan konflik antara masyarakat dengan perusahaan, tetapi telah mendorong terjadinya konflik horizontal antar masyarakat. Dari riset yang dilakukan oleh Nurani Perempuan dan FWI ditemukan adanya konflik antara masyarakat suku Dayak Modang dan suku Dayak Kenyah di Kecamatan Busang Kabupaten Kutai Timur, yang dipicu oleh masuknya perusahaan sawit di wilayah tersebut.


Sumber:
Konflik ini berawal dari, adanya penggusuran lahan warga yang dilakukan oleh perusahaan perkebunan sawit. Tidak hanya lahan warga yang digusur, namun lahan hutan, lahan pemakaman, dan lahan perkebunan sengon dan kakao milik wargapun ikut digusur oleh PT. Hamparan Perkasa Mandiri dan PT. Gemilang Sejahtera Abadi.
Perusaahaan perkebunan sawit tersebut memang memiliki izin dari pemerintah daerah Kutai Timur untuk beroperasi di wilayah Desa Long Bentuq, namun mereka menyalahgunakan izin tersebut sehingga merugikan warga setempat dan menimbulkan kontra dari masyarakat desa Long Bentuq dengan kehadiran perusahaan sawit tersebut.
Oleh karena itu, masyarakat desa long bentuq terus memperjuangkan hak mereka dengan melaporkan adanya pelanggaran hukum berupa penggusuran lahan warga yang dilakukan oleh perusahaan kepada Bupati Kutai Timur. Namun, perjuangan mereka dari tahun 2009 sampai saat ini belum ditanggapi oleh pemerintah daerah setempat.
Praktik-praktik perusahaan skala besar terutama perkebunan sawit, tidak hanya menimbulkan konflik antara masyarakat dengan perusahaan, tetapi telah mendorong terjadinya konflik baru antar masyarakat. Dari riset yang dilakukan oleh Nurani Perempuan dan FWI ditemukan adanya konflik antara masyarakat suku Dayak Modang dan suku Dayak Kenyah di Kecamatan Busang Kabupaten Kutai Timur.

Penyelesaian Konflik: Sampai saat ini, permasalahan warga Desa Long Bentuq dengan beberapa perusahaan sawit belum ditanggapi oleh Bupati Kutai Timur. Jadi, konflik ini belum menemukan titik penyelesaian. Sehingga hal ini sangat merugikan warga Desa Long Bentuq, karena mereka akan terus mengalami penggusuran lahan ketika perusahaan sawit melakukan ekspansi perkebunan sawit tersebut. Konflik ini juga menimbulkan permasalahan baru yaitu terjadinya konflik antar warga desa setempat yang dipicu oleh masuknya perusahaan sawit di wilayah tersebut. Semestinya, pemerintah daerah setempat dapat memberikan solusi dan menanggapi aspirasi warga desa sehingga permasalahan ini dapat menemukan titik penyelesaian. Pemerintah daerah setempat juga harus menindak lanjuti tindakan sewenang-wenang yang dilakukan oleh perusahaan perkebunan sawit agar penggusuran lahan tidak meluas dan semakin merugikan warga desa setempat.